Kore wa unmei ka? (This is fate?) chapter 8
Chapter 8
1Aku betul-betul minta maaf
2 Siapa namamu?
“KURUMI!
Ayo bangun, apa kau tidak mau pergi sekolah? Kau bisa terlambat Kurumi,” sahut
ibu Kurumi sambil membuka tirai kamar Kurumi.
“Ugh.. Okaasan,” keluh
Kurumi sambil menyipitkan matanya yang silau terkena sinar matahari. Ia
kemudian bangun merapikan tempat tidurnya lalu segera pergi mandi. Setelah
mandi ia langsung memakai seragam dan sedikit merapikan panampilannya. Lalu
langsung segera bergegas pergi ke sekolah.
Semalam ia kurang tidur
karena sibuk memikirkan berbagai macam ekspresi dan kata-kata Arai You. Kurumi
sendiri juga tidak tahu mengapa ia sibuk memikirkannya.
Kurumi berlari-lari kecil
sambil sesekali melihat jam tangannya. Semoga
tidak terlambat, pikirnya. Sesampainya di sekolah, Kurumi langsung
mengganti sepatu yang digunakannya dengan sepatu yang biasa digunakan di dalam
sekolah. Ia kemudian berlari menuju kelasnya.
“Hh, hh, hh.” Kurumi mulai
menghela nafas perlahan-lahan.
“Hee, untunglah kau tidak
terlambat ya, Kurumi-chan,” ujar Yumi membalikkan badannya ke arah Kurumi.
“Iya, untunglah. Aku sudah
mati-matian berlari tadi,” sahutnya tersenyum.
“Baiklah anak-anak, mari
kita lanjut pelajaran kita minggu lalu,” ujar Tanozuka-sensei saat memulai
pelajaran.
Tanpa memerhatikan apa yang
dijelaskan oleh Tanozuka-sensei, Kurumi menatap ke arah luar jendela dengan
menopangkan kepalanya pada tangan kanannya.
Akhirnya kau mengomentari sikapku bukan, itulah maksud
kata-kataku tadi...
Aku tidak mau terlalu terlibat dalam kehidupan seseorang,
aku tidak ingin direpotkan oleh masalah yang akan datang nantinya, dan
sejujurnya aku sudah berusaha untuk
mengacuhkanmu agar hal seperti ini tidak
terja..
Bulir-bulir air mata Kurumi
tiba-tiba terjatuh tanpa sadar, ia segera menghapusnya.
Ada apa denganku, pikir
Kurumi. Saat tahu Hiro memiliki orang yang disukainya aku tidak merasa sesedih
ini. Kenapa..? Hanya dengan kata-kata Arai-kun..? Aku.. jadi seperti ini...
“Oikawa-san, ada apa?”
tanya Tanuzuka-sensei sambil memegang buku di tangannya.
“A.. ah. Iie, daijoubu des. Saya baik-baik saja,”
sahut Kurumi gelagapan.
“Kurumi-chan, doushite. Kenapa? Kau sakit?” tanya Yumi
yang sudah memandang Kurumi dengan pandangan khawatir.
“Iie, nan demo nai. Tidak ada apa-apa, Yumi-chan,” jawab Kurumi tersenyum
untuk meyakinkan.
“Hontou ni? Benarkah?” Yumi menatap tidak yakin.
“Hai, hontou des. Benar,” angguk Kurumi pasti.
Aku tidak boleh bingung
seperti ini, batin Kurumi. Ini akan membuat Yumi-chan merasa ada yang aneh
denganku.
*****
“Kurumi-chan, aku tahu kau
pasti ada masalah kan? Kenapa kau tidak mau cerita denganku? Apa kau tidak percaya padaku?” tanya Yumi tiba-tiba
disela waktu istirahat.
“E.. eh, itu... bukan
begitu, aku tidak bermaksud untuk tidak cerita padamu, Yumi-chan. Hanya saja...
mungkin.. waktunya belum tepat,” sahut Kurumi kaget dengan pertanyaan Yumi,
lalu menundukkan wajah. “Gomen ne.”
“Haa~h, kau ini. Baiklah,
kalau begitu, kalau kau sudah merasa waktunya sudah tepat, aku harap kau mau
cerita denganku, ok? Jangan menyembunyikannya dariku,” balas Yumi dengan wajah
berpura-pura lesu kemudian mengerlingkan sebelah matanya tersenyum.
Kurumi mengangguk
tersenyum. “Um, baiklah. Aku pasti cerita padamu. Oh ya, aku harus ke ruang
guru dulu, ingin menyerahkan ini dulu, tugas dari Yamada-sensei,” ujarnya
sambil menunjuk angket data siswa.
Yumi menatap Kurumi
sejenak, “Tidak perlu kutemani?”
“Tidak usah, lagi pula cuma
menyerahkan ini saja.”
Yumi tidak lagi bertanya,
membiarkan Kurumi pergi bergegas ke arah ruang guru.
“Hm, rasanya sudah lengkap
semua,” gumam Kurumi sambil memeriksa lagi sejumlah angket data siswa yang
dipegangnya, tanpa memerhatikan ke arah depan.
BRUKK!!
Seseorang menabrak Kurumi
hingga terjatuh dengan kertas angket data siswa yang sudah diaturnya tadi.
“Gomen, gomen. Hontou ni gomen nasai1,”
sahut anak laki-laki yang umurnya tampak tidak jauh beda dari Kurumi.
“Ah, iie, daijoubu,” balas Kurumi
tersenyum, lalu memunguti kertas angket data siswa yang bertebaran tadi.
“Aku betul-betul tidak
bermaksud untuk membuatmu jatuh. Gomen nasai,” ujar anak laki-laki itu lagi,
sambil membantu memunguti kertas yang terjatuh.
“Tidak, tidak apa-apa. Aku
yang bersalah karena tidak melihat jalanan tadi,” balasnya lagi sambil
mengamati orang yang membantunya itu.
Perawakannya terlihat
sederhana dan santai dengan padanan kaus dan kemeja merah kotak-kotak yang
tidak terkancing dua kancing bagian atasnya, Kurumi juga baru menyadari bahwa
mata anak laki-laki itu berwarna biru bening yang mirip dengan warna langit,
berbeda dengan warna mata orang Jepang kebanyakan. Benar-benar terlihat pas
dengan wajahnya yang terlihat kebarat-baratan.
“Kore,” ucap anak laki-laki
itu menyerahkan kertas-kertas yang sudah dikumpulkannya.
Wajah Kurumi terasa memerah
malu karena merasa sudah seenaknya mengamati seseorang, “A.. a.. ah, hai.
Arigatou gozaimashita.”
“Sudahlah tidak usah formal
begitu, lagi pula sepertinya kita seumur,” ujar anak laki-laki tadi tersenyum.
“Hm, sekolah ini boleh juga. Luas dan... sepertinya akan menyenangkan,” ujarnya
lagi mengamati keadaan sekolah lalu beralih memandang Kurumi.
Kurumi yang ditatap seperti
itu langsung mengalihkan pandangannya dengan gugup. “Ah, aku benar-benar minta
maaf soal yang tadi dan terima kasih atas bantuanmu yang sudah membantuku
memungut kertas-kertas tadi,” jelas Kurumi teringat dengan angket yang harus
dibawanya, langsung membungkuk, kemudian hendak bergegas meninggalkan anak laki-laki
yang masih terlihat memperhatikan gedung sekolahnya.
“Hei!” panggil anak
laki-laki tadi yang membuat Kurumi langsung menghentikan langkahnya dan menoleh
ke sumber suara.
“Nani?”
“Can I know your name?” tanya anak laki-laki itu dengan aksen
Inggris yang kental. “Anata no namae wa2?”
sahutnya lagi menambahkan.
“I know what you mean, Oikawa... Oikawa Kurumi, that’s it,” jawab Kurumi meninggalkan anak laki-laki tersebut
berdiri di tengah koridor, lalu bergegas menuju ruang guru.
“Hee.. An interesting girl,” gumam anak laki-laki itu dengan senyuman yang
menghias wajahnya menatap Kurumi yang berlari-lari kecil semakin menjauh.
“Ini angket data siswa yang
sensei suruh saya kerjakan.” Kurumi menyerahkan angket data siswa itu ke
Yamada-sensei.
“Ahaha, arigatou nee Oikawa-san,
kau betul-betul murid yang bisa diandalkan,” puji
Yamada-sensei
tertawa senang.
Kurumi tersenyum menanggapi
pujian itu. “Sensei ini terlalu memuji saya, kalau begitu saya pamit dulu,”
pamitnya sebelum meninggalkan ruang guru.
Saat melewati kelas 2-1,
Kurumi berhenti sejenak mengamati kelas itu. Seolah-olah sedang mencari
seseorang. Sepertinya dia sedang tidak di kelas, batin Kurumi lalu kembali
menuju ke kelasnya.
“Oii!!” sapa Hiro
tiba-tiba.
Kurumi tersentak kaget,
lalu langsung memukul kepala Hiro. “Baka! Bagaimana kalau aku mati di tempat
gara-gara kelakuanmu tadi?! Dasar, ya ampun. Kau benar-benar mengagetiku tahu!”
teriaknya gusar memarahi Hiro.
“Ittaaaiii. Aduduuuh.. kau ini juga selalu memukul kepalaku,” balas
Hiro melakukan pembelaan sambil mengusap kepalanya yang baru saja terkena
pukulan Kurumi.
“Pembelaanmu itu tidak
berlaku, lagi pula kau memang bersalah. Kau bilang ingin jadi pengacara,
bagaimana kau mau jadi pengacara nantinya kalau sikapmu seperti ini? Hh, kau
ini benar-benar,” jawab Kurumi geram.
“Hai, hai, gomen ne. Aku
mengaku bersalah. Bagaimana? Sudah?” tanya Hiro menundukkan kepalanya dua kali
tanda meminta maaf.
Kurumi membuang muka. “Huh,
ya sudahlah.”
“Ngomong-ngomong, apa kau
mencariku?” tanya Hiro langsung.
Kurumi pun menoleh ke arah
Hiro, “Bagaimana kau bisa berpikir seperti itu?”
“Eh, tidak. Aku hanya
menduganya saja, soalnya kau jarang berhenti di depan kelas ini kalau bukan
mencariku, lalu aku melihatmu tadi jadi aku menyapamu dan berakhir dengan
dipukul di kepala,” jelas Hiro sambil tersenyum menggaruk-garuk kepalanya yang
tidak gatal.
Kurumi hanya tertawa.
“Kenapa kau tertawa?”
“Hahaha, tidak, hanya saja
aku baru menyadari kalau memiliki teman yang sepertimu?”
Hiro tampak bingung dengan
maksud Kurumi, “Sepertiku? Maksudmu?”
“Yaa.. Sepertimu, terlalu
percaya diri, hehe,” jawabnya tersenyum. “Maksudku, kau terlalu percaya diri
bahwa aku mencarimu,” tambah Kurumi lagi.
“Eh, jadi bukan mencariku
ya?” seru Hiro menunjuk wajahnya. “Kupikir kau mencariku, soalnya hampir
setahun terakhir ini aku seolah jarang dan sulit bertemu denganmu.”
Ternyata kau menyadarinya,
sebenarnya selama ini aku menghindarimu, batin Kurumi dengan tersenyum miris.
“Tentu saja bukan,” sahut Kurumi singkat.
“Lalu?” tanya Hiro.
“Lalu apa?”
“Lalu siapa yang kau cari?”
tanya Hiro lagi.
“Siapa..” Kurumi
menggantungkan kata-katanya yang terdengar seperti pertanyaan, dibenaknya
terlintas wajah Arai You. “Ti.. tidak, aku tidak sedang mencarinya,” bantahnya
menggeleng-gelengkan kepala.
Hiro tampak bingung dengan
kelakuan Kurumi, “Jadi kau memang sedang mencari seseorang dari kelasku?”
“Tidak, aku tidak sedang
mencari siapa-siapa. Kalau begitu sudah ya, aku duluan,” ujar Kurumi langsung
meninggalkan Hiro dalam keadaan bingung.
Saat berada di depan
kelasnya, Kurumi melihat You dari arah yang berlawanan. Ia ingin menyapa You,
namun Kurumi merasa ragu dengan tindakan yang akan dilakukannya itu. Kurumi pun
hanya diam tanpa mengatakan apa-apa saat You melewatinya.
Kenapa, kenapa hanya lewat
dengan santainya tanpa seolah ada yang terjadi sebelumnya, pikir Kurumi. Lalu?
Apa yang kuharapkan? Apa aku berharap agar Arai-kun menyapaku? pikirnya lagi.
Kurumi langsung menggeleng-gelengkan kepalanya, menghapus pikirannya itu
kemudian memasuki kelasnya.
“Kenapa lama sekali?” tanya
Yumi begitu Kurumi duduk di kursinya.
“Eh, itu, hehe. Banyak yang
terjadi. Aku sempat menabrak seseorang waktu ingin menyerahkan angket tadi,
jadi angketnya jatuh bertebaran, dan itu membuatku harus mengumpulkan dan
menyusun ulang angketnya,” cerita Kurumi.
“Lalu, orang yang
menabrakmu? Apa dia tidak minta maaf dan membantumu memunguti angketnya?” tanya
Yumi.
“Orang yang menabrakku? Ya,
dia melakukannya. Dia meminta maaf kemudian membantuku untuk memunguti angket
yang jatuh itu,” jawabnya mengingat kejadian tadi. “Setelah dari ruang guru,
aku juga sempat bertemu dengan Hiro di depan kelasnya saat ingin kembali ke
sini. Jadi aku berhenti sebentar di sana,” tambah Kurumi.
“Lalu? Apa kau baik-baik
saja, Kurumi-chan?” tanya Yumi lagi, wajahnya tampak khawatir seolah menyesal
membiarkan Kurumi tadi pergi sendirian.
“Um, aku baik-baik saja.
Justru aku tidak merasa gugup lagi bertemu dengan Hiro tadi, dan aku bisa
berbicara dengan santai dengannya,” jawab Kurumi mengingat saat bertemu dengan
Hiro tadi. Ya, dia tidak merasa gugup dan ingin menghindari Hiro lagi seperti
yang selama ini dilakukannya.
“Benarkah? Kalau begitu ini
berita bagus,” ucap Yumi terlihat gembira.
Kurumi hanya tersenyum
menanggapinya.
“Oh ya, apa kau sudah
bersiap-siap untuk acara nanti malam?”
“Nanti malam?”
“Oh, Kurumi-chan jangan
bilang kau lupa, acaranya Hiro-kun, ingat?” ucap Yumi mengingatkan.
“Ah, iya. Aku hampir
melupakannya. Aku belum mempersiapkan apapun,” sahut Kurumi cemberut.
Yumi tersenyum. “Sudahlah,
kalau begitu nanti sore aku datang ke rumahmu. Aku akan membantumu
mempersiapkan segalanya. Bagaimana?”
“Arigatou nee, Yumi-chaan!
Kau benar-benar teman terbaikku.” Kurumi memeluk Yumi menggambarkan perasaan
terima kasihnya.
“Itulah gunanya teman
bukan,” ujar Yumi membalas memeluk Kurumi.
*****
1Aku betul-betul minta maaf
~To be continue ( ◕ω◕) thanks for reading
Comments
Post a Comment