Kore wa unmei ka? (This is fate?) Chapter 6
Chapter 6
Pagi itu Kurumi yang tiba bersama Yumi di sekolah, bertemu
dengan You di lorong sekolah. Kurumi menyapanya dengan hangat. “Ah, ohayou gozaimas, Arai-kun,” sapanya
tersenyum.
You hanya berhenti sesaat tanpa membalas sapaan Kurumi.
Apa-apaan
sikapnya itu, kupikir dia sudah jadi lebih ramah sejak dia mengantarku ke rumah
kemarin. Ternyata sama sekali tidak ada perubahan! gerutu
Kurumi dalam hati.
“Dasar, kupikir dia sudah jauh lebih baik karena kemarin,
ternyata sama saja. Kau sungguh benar-benar menyebalkan Arai You!”
“Lagi pula kau
ada-ada saja. Terlalu percaya diri untuk menyapa Arai-kun. Hampir seluruh
sekolah tahu kan kalau wataknya memang dingin seperti itu. Eh, kau justru nekat
menyapanya,” komentar Yumi tersenyum.
“I.. Iya sih, tapi kemarin..” Kurumi berniat memberitahu
kejadian kemarin kepada Yumi,
tapi dia mengurungkannya.
“Tapi
kemarin
apa? Memang sih
kuakui kalau You-kun itu menarik, walaupun watak dan sikapnya itu cenderung
dingin dan acuh, tapi disitulah daya tariknya. Biar begitu dia memiliki banyak
penggemar, kau tahu. Ah, malah membicarakan You-kun, sudahlah ayo ke kelas,” ajak Yumi menarik tangan Kurumi.
Mungkin
untuk saat ini, aku tidak usah dulu cerita mengenai kejadian kemarin, pikir Kurumi menatap punggung Yumi.
“Nah anak-anak, pelajari bab dua
sampai bab empat. Minggu depan kita ulangan,” sahut Onashita-sensei
mengakhiri jam pelajarannya.
“Eee~h?!” sahut hampir satu kelas serempak. “Banyak sekali.”
“Sudah pelajari saja, jangan protes. Baiklah, saya akhiri
pelajaran saya hari ini. Terima kasih,” ujar Onashita-sensei meninggalkan kelas
2-2.
“Hahh.. Onashita-sensei benar-benar tidak segan-segan memberikan kita banyak
materi untuk ulangan, ya kan, Kurumi-chan?” keluh Yumi menatap Kurumi.
“...”
“Kurumi-chan? Ada apa? Kau
melamun,” ujar Yumi sambil mengayun-ayunkan tangannya di depan wajah Kurumi.
“A, ah. Tidak,” bantah Kurumi kaget. “Oh ya, aku ingat ada yang
harus kulakukan dulu sebelum pulang. Jadi sebaiknya Yumi-chan pulang duluan,”
tambah Kurumi memaksakan senyumnya.
“Kau tidak apa-apa kutinggal sendirian?” tanya Yumi dengan
wajah khawatir.
“Um, sudahlah. Aku tidak apa-apa.” Kurumi mendorong Yumi
dari belakang untuk keluar.
Yumi mengalah lalu mengepalkan tangannya dengan ibu jari
menghadap ke atas, “Ya, ya. Aku mengerti Kurumi-chan. Tapi kau janji harus
memberitahuku kalau ada apa-apa. OK!”
“Ya, aku janji!”
angguknya yakin.
Setelah Yumi pulang, Kurumi kemudian membereskan
buku-bukunya yang belum sempat dia masukkan tadi.
“Aku hanya ingin mengucapkan terima kasih sekali lagi ke
Arai-kun, tidak lebih,” gumamnya.
Kurumi kemudian menuju kelas 2-1, kelas tersebut sudah sepi
tinggal You yang berada disana membaca buku. “Mm, Arai-kun!” panggilnya dari
depan pintu kelas.
You langsung menoleh ke sumber suara. Kurumi yang melihat
kerutan yang muncul di kening Arai You, hanya tersenyum. Sepertinya dia heran dengan kedatanganku, pikir Kurumi.
“Kau belum pulang?” tanya Kurumi sambil duduk di kursi depan
meja You.
“Hm,” jawab You singkat.
“Anoo, aku hanya ingin berterima kasih soal kemarin.
Arigatou nee.”
You diam, tidak menyahut perkataan Kurumi. Melihat ucapan
terima kasihnya tidak akan mendapat tanggapan, Kurumi memilih untuk ikut diam.
“Eeh, itu buku Edogawa Rampo? Kau ternyata suka cerita
detektif ya,” ujar Kurumi tiba-tiba setelah memerhatikan buku yang dibaca You.
“Ya, meskipun itu terlihat dari wajahmu yang misterius,”gumamnya dengan suara
sekecil mungkin agar tidak terdengar oleh You.
“Aku mendengarnya,” sahut You tiba-tiba.
“Hah?! Ti-tidak, maksudku
bukan begitu. A-aku hanya, aku-”
You menahan senyumnya. “Sudahlah, aku mengerti,” sela You.
“A-aku. E.. Eh? Kau mengerti. Ah, syukurlah. Aku takut kau
salah paham dan salah mengerti dengan ucapanku tadi.” Kurumi menundukkan
wajahnya.
“Ya, ini buku Edogawa Rampo. Bisa dibilang aku penyuka
cerita misteri atau detektif, seperti novel Sherlock
Holmes karya Sir Arthur Conan Doyle,
Poirot karya Agatha Christie
juga komik Mêitantei Conan4 karya
Gosho Aoyama,” ujar You tiba-tiba lagi.
“Aku juga. Kupikir cuma aku saja yang menyukainya. Karena
waktu kuceritakan ke Hiro, kau tahu Hiro kan? Dia tertawa dan bilang kalau aku
seperti orang tua karena menyukai cerita seperti itu dan cerita seperti itu
bukan cerita yang umum disukai oleh anak perempuan,” sahut Kurumi cemberut
mengingat kata-kata Hiro.
Setelah mengatakan itu Kurumi terdiam, teringat Hiro. You
yang melihat Kurumi tiba-tiba terdiam langsung mengerti apa yang sedang dipikirkan
Kurumi.
“Tua atau tidaknya seseorang tidak bisa diukur dengan apa
yang dibacanya, sama dengan kedewasaan seseorang. Hal itu tidak dapat diukur
dari usia orang tersebut. Kedewasaan seseorang hanya bisa dilihat dari sikap
dan pemikirannya,” jelas You panjang lebar. “Lagi pula kau menyukai sesuatu
untuk kesenanganmu sendiri, bukan untuk orang
yang mengomentarimu itu.”
Kurumi tertegun mendengar kata-kata You. “Kau mencoba
menghiburku ya? Terima kasih ya.”
“Ti-tidak. Aku hanya mengutarakan apa yang kupikirkan,”
bantah You gugup. Aku sudah mau pulang, kau?” tanya You sambil memasukkan buku
yang dibacanya tadi.
“Tentu saja, aku disini kan hanya ingin berterima kasih
padamu. Tapi kau betul-betul orang yang diluar dugaan ya, Arai-kun,” jawab
Kurumi bangkit dari kursi yang di duduki menuju pintu kelas. “Oh ya, satu hal
lagi yang ingin kuberitahu padamu. Hari ini aku banyak melihat bermacam-macam
ekspresi dari wajahmu. Aku duluan ya,” tambah Kurumi sebelum meninggalkan You
di kelas.
Hm,
ya, hari ini aku melihat banyak ekspresi dari Arai-kun, dan aku tidak pernah
melihat ekspresi itu sebelumnya,
gumam Kurumi di dalam hati. Betul-betul
hal langka, pikirnya sambil tersenyum. Meski tadi You mengatakan kalau dia hanya
mengutarakan apa yang
dipikirkannya tapi, kata-kata You tadi betul-betul menghibur Kurumi. Ini kedua
kalinya tertegun mendengar kata-kata You yang
tidak terduga.
“Sepertinya sudah tidak hujan lagi,” ucap
Kurumi kepada dirinya sendiri sambil menatap ke langit dan menengadahkan tangannya, merasakan apakah masih
hujan atau tidak.
“Oii, sebaiknya kuantar kau
pulang,” usul You tiba-tiba dari belakang Kurumi.
Kurumi tersenyum mendengar
usul tersebut, menolak halus, “Tidak apa-apa. Kali ini aku bisa pulang
sendiri,” sahutnya sambil beranjak meninggalkan You.
“Oi, oi. Sudahlah, kemarin sudah kukatakan bukan? Tidak baik anak perempuan
berjalan sendirian.” You menggenggam tangan Kurumi tiba-tiba, langsung
melangkah melewatinya.
“Hei, namaku bukan oii tahu.
Aku punya nama,” sahut Kurumi melepas genggaman tangan You.
“Aku tahu, namamu Oikawa
Kurumi. Sudahlah, ayo pulang,” kata You menggenggam tangan Kurumi lagi, kembali
berjalan di depan Kurumi.
Kali ini Kurumi tidak
melawan, dia menurut mengikuti You yang
menggenggam tangannya dari belakang. Dia lagi-lagi tertegun dengan jawaban You.
Kurumi tidak menyangka kalau You mengetahui namanya. Ia pikir, You tidak
mungkin mengetahui namanya, melihat You orang yang cukup pendiam dan kurang
bergaul dengan murid-murid lain di sekolahnya. Aneh juga, dan lagi kenapa dia tiba-tiba memegang
tanganku. Hmm, betul-betul aneh, batinnya.
Jalanan terlihat sepi dan
lengang. Hanya terlihat satu dua kendaraan yang lalu-lalang di hadapan mereka.
Matahari senja yang seolah menampakkan dirinya setelah tertutup awan sepanjang
hari karena hujan, membuat penampilan kota Tokyo di sore hari terlihat indah
dengan warna orange yang
menyelimutinya. Angin sepoi-sepoi mengayunkan rambut mereka dengan lembut.
“Oh ya, ngomong-ngomong
kenapa sikapmu dingin begitu? Apa kau tidak bisa bersikap sedikit lebih ramah
dan hangat ke orang-orang?” tanya Kurumi tiba-tiba.
You tidak
langsung menjawab, Kurumi melihat kalau You tampak sedikit terkejut dengan
pertanyaannya.
“A-anoo, tidak
apa-apa kalau kau memang tidak mau menjawabnya,” tambah Kurumi lagi. Haah, bahaya. Rasanya aku seperti memancing
masalah kalau menanyakan hal itu, gumamnya dalam hati.
“Sikapku memang sudah dari
dulu begini,” ucap You tiba-tiba. “Bagiku kalau kau berbuat baik atau bersikap
ramah kepada seseorang, sekurang lebihnya orang itu akan masuk di dalam kehidupanmu
atau bisa dibilang kau akan memikirkannya, begitu juga dengan orang itu, kau
akan masuk secara tidak langsung ke dalam kehidupannya, ya kan?” lanjut You
kemudian terdiam sejenak.
“Sedangkan aku tidak mau
terlalu terlibat dalam kehidupan seseorang, aku tidak ingin direpotkan oleh
masalah yang akan datang nantinya,” tambahnya menatap lurus ke depan.
Kurumi terdiam beberapa
saat mendengar jawaban You. “Eeh.. sayang sekali kalau kau berpikiran seperti
itu. Menurutku, bukankah bersikap ramah atau berbuat baik itu hal yang
menyenangkan, maksudku bukankah menyenangkan jika menyadari bahwa hidup kita
ini cukup berarti,” komentar Kurumi menatap You dari belakang.
“Menyadari orang itu akan
memikirkanku, dan seandainya aku tidak ada, orang itu mungkin akan jauh lebih
terpuruk akibat masalah yang ditanggungnya––jika dia memiliki masalah––menyadari
bahwa aku bisa membuatnya jauh lebih baik dengan kehadiranku, dengan
kehidupanku,” tambahnya tersenyum.
Kata-kata Kurumi membuat
You menghentikan langkahnya dan berputar ke arah Kurumi, tampaknya You tidak
menyangka Kurumi akan mengatakan hal seperti itu.
“Ternyata orang benar-benar
tidak bisa dinilai hanya dengan penampilannya saja. Don’t judge a book by it’s cover,” sahut You.
Kening Kurumi berkerut
samar, ia terlihat bingung dengan ucapan You, “Maksudmu?”
You kembali berjalan sambil
memegang tangan Kurumi, “Tidak. Bukan apa-apa, ayo.”
“Hei, Arai-kun,” panggil
Kurumi.
You tetap diam, tidak
menggubris panggilan Kurumi.
Kurumi mendecakkan lidah
dengan kesal. Menyebalkan, kenapa sikap
acuh-tidak acuhnya tidak juga berubah, gumam Kurumi dalam hati. “Kenapa kau
tidak menjawab perkataanku, setidaknya kau kan bisa meresponnya dengan baik,”
ujar Kurumi melepaskan genggaman tangan You, ia tidak tahan melihat sikap You
yang seperti itu.
Langkah You terhenti, menatap
Kurumi.
“Akhirnya kau mengomentari sikapku bukan, itulah maksud kata-kataku tadi,”
sahutnya tersenyum tipis.
“Kata-katamu? Maksudmu?”
tanya Kurumi bingung.
You menghela napas sejenak
sambil memasukkan kedua tangannya ke dalam kantong celana, “Kata-kata dari
jawaban pertanyaanmu tadi yang menanyakan apa aku tidak bisa sedikit bersikap
ramah pada orang-orang. Itulah maksud dari kata-kataku, kalau kau berbuat baik,
atau bersikap ramah kepada seseorang sekurang lebihnya orang itu akan masuk di
dalam kehidupanmu atau memikirkanmu begitu juga dengan orang itu, kau akan
masuk secara tidak langsung ke dalam kehidupannya.
Aku tidak mau terlalu
terlibat dalam kehidupan seseorang, aku tidak ingin direpotkan oleh masalah
yang akan datang nantinya, dan sejujurnya aku sudah berusaha untuk
mengacuhkanmu agar hal seperti ini tidak terja...”
“Jadi maksudmu aku adalah
orang yang akan mendatangkan masalah untukmu nantinya? Aku adalah orang yang
akan membuat repotmu, begitu?” sela Kurumi dengan suara yang dibuat sewajar
mungkin dan wajah merah padam.
Kurumi menunduk menggigit
bibir. Kedua tangannya terkepal erat di sisi tubuhnya. Jangan menangis... Jangan...
Entah kenapa kata-kata You
tadi membuat Kurumi merasa sedih––sangat sedih––dan ia tidak pernah merasa
sesedih itu. Saat mengetahui Hiro menyukai seseorang Kurumi tidak benar-benar
merasakan perasaan sedih seperti saat ini. Ada apa dengan dirinya?
~To be continue ( ◕ω◕) thanks for reading
Comments
Post a Comment